Minggu, 09 Maret 2014

Kumpulan status status sang guru dari malang

Mengidolakan seseorang berarti memposisikan diri lebih rendah darinya. Jika kita mengidolakan artis yang hedonis (pemuja dunia dan maksiyat), di mana posisi kita? Tentunya lebih hina, bukan?

Jika kita menetapkan segmentasi kita sebagai priyayi atau orang kebanyakan, bangsawan atau rakyat jelata, maka ingatlah! Segmentasi itu buatan manusia. Di depan Allah semua manusia sama, yang membedakan hanyalah kadar ketakwaannya. Inna aqramakum 'indallaahi atqaakum. Karena itu, kita tidak boleh merasa lebih baik dari yang lain. Karena boleh jadi orang lain lebih baik dari diri kita. 

Sebenar-benarnya orang beriman adalah MUKMIN yang BERHIJRAH dan BERJIHAD di jalan Allah (QS. 8:74). Mereka siap untuk "bangkit" dan "berubah" menjadi lebih baik. Semoga kita termasuk di dalamnya

Kecenderungan manusia adalah mendahulukan "diri"nya. Ia menginginkan semua orang mengerti akan "diri"nya. Bahkan kepada Tuhan pun, ia menuntut agar Tuhan mengerti akan "diri"nya, sehinggaTuhanlah yang dituntut untuk menyesuaikan dengan kemauan "diri"nya. Bukan "diri"nya yang menuruti kemauan Tuhannya. Luar biasa tak tahu diri!!! (Ngudi Tjahjono)

Indikasi bahwa Aku telah menuhankan DIRIKU adalah AKU lebih menuruti kehendak DIRIKU ketimbang kehendak Allah Swt. Disitulah letak kehinaanku , sebab Aku telah memilih tuhan yang salah . (Ngudi Tjahjono)

Untuk konsisten dalam akidah memang perlu jihad (perjuangan). Jangan takut, jika yang kita jadikan sandaran hanya Allah, maka pasti menang.

Penghambaan diri kepada Allah justeru meningkatkan derajat manusia, sedangkan penghambaan diri kepada nafsu justeru menjatuhkan derajatnya

Orang yang menjalani hidup dengan kesadaran, maka ia akan selalu bertanya kepada Tuhannya sebelum mengeksekusi aktivitas demi aktivitas kesehariannya. Singkatnya, ia selalu berjalan di atas petunjuk Tuhannya

Banyak tanda-tanda yang terpampang di depan mata kita yang semestinya dapat kita pelajari. Namun, tidaklah banyak manusia yang mau mengambil ilmu darinya.

Jika Anda membaca Al Qur'an, cermatilah, betapa bahasa yang digunakan adalah bahasa dialogis sehingga terasa berbicara langsung dengan Anda.

Sebagian besar manusia disibukkan oleh perhatiannya kepada yang nampak di permukaan. Jarang yang menyimak ke dalam di balik semuanya.

Manusia mempunyai kehendak dan Allah pun mempunyai kehendak. Sedangkan yang pasti berlaku adalah kehendak Allah. Subhanallah!

Ada kemungkinan berada pada salah satu kondisi seperti di bawah ini ketika kita sedang shalat:
1. Pikiran menjelajah ke mana-mana.
2. Berfokus pada gerakan shalat.
3. Berfokus pada bacaan shalat.
4. Berfokus pada berdialog dengan Allah SWT

Jika harta yang menjadi tujuan hidup, ketika gagal mendapatkannya, maka akan mudah mengimplementasikan keputusasaannya --> BUNUH DIRI.

Pada saatnya, Allah akan melimpahkan rizki yang seolah tak bisa lagi dibendung. Maka, belanjakanlah dengan penuh tanggung jawab kepada Allah

Sekecil apapun yang kita lakukan di bumi ini, pasti akan berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi. Dan Allah telah mencatatnya.

Kita tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi pada diri kita (takdir), tetapi kita bisa mengendalikan diri kita bagaimana menyikapi takdir tersebut.



ETIKA BERDZIKIR: "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termask orang-orang yang lalai." (QS. 7:205)

Alhamdulillah. Allah telah menghidupkan diriku kembali setelah mematikannya. Subhanallah! Aku harus menyukuri nikmat ini dengan kebaikan

Istirahatkan dirimu di malam hari, karena itu adalah haknya. Ia perlu menyiapkan energi untuk dihadapkan kepada Allah di 2/3 malam.


Ke mana pun kamu menghadap, di situlah wajah Allah." (QS. 02:115)


Lemari buku di rumah kita boleh jadi tidak mampu menampung buku-buku yang kita miliki. Tetapi otak kita mampu menampung ilmu yang lebih banyak. Subhanallah!

Berdzikir (mengingat) itu tidak sama dengan membaca dzikir. Dalam mengingat Allah, yang paling dominan adalah aktivitas kesadaran (fikir dan hati)

Dalam kondisi sesulit apapun juga ada orang yang bisa tidur nyenyak, tertawa, dan bersyukur. Setiap orang (kaya atau miskin, pejabat atau rakyat) mempunyai hak yang sama, yaitu kemampuan untuk memilih bahagia atau menderita



GURU   : “Jelaskan pengertian RUKUN SHALAT!”
MURID : “Hal-hal yang wajib dilakukan dalam shalat.”
GURU   : “Jika salah satu rukun tidak dipenuhi, apa akibatnya?”
MURID : “Menyebabkan shalatnya tidak sah, Guru!”
GURU   : “Benar, kamu pintar! Selama ini shalatmu kira-kira bagaimana?”
MURID : “Astaghfirullaahal ‘azhiim, shalat saya ngebut Guru, sehingga tidak tuma’ninah. Waduh, shalat saya tidak sah! Bagaimana Guru?”
GURU   : “Kamu harus taubat. Sejak sekarang perbaiki shalatmu!”

(Ngudi Tjahjono, Malang, 05 Mei 2013)

Janganlah ucapan dan tindakan kita menyebabkan orang lain merasa terzhalimi, sebab keluhan mereka akan menjadi do’a keburukan bagi kita. Namun, hendaklah ucapan dan tindakan kita menjadi penyebab bagi kebahagiaan orang lain, karena ia akan menjadi penyebab datangnya kebahagiaan bagi kita.

Predikat baik atau buruk seseorang akan melekat pada benak orang lain. Contoh predikat buruk: “pembohong”, “pemalas”, “pelamun”, “pelepas tanggung jawab”, “pengantuk”, “suka terlambat”, “pengingkar janji”, “koruptor”, dll. Semua itu akan merugikannya di mana pun dia berada.

Setiap orang memiliki "predikat" yang diberikan oleh orang lain, entah diucapkan atau disembunyikan dalam hati. Nilai predikat itu bisa baik atau buruk berdasarkan pada kebiasaan atau perilakunya. Jika predikat itu baik akan membawa kebaikan baginya, sebaliknya, jika buruk akan merugikannya

Persepsi kita tentang sesuatu akan menentukan bagaimana kita memperlakukan sesuatu itu. Namun, perlu diingat, bahwa persepsi tersebut tidak bisa dijamin menggambarkan keadaan sebenarnya tentangnya. Maka, kita harus berhati-hati dalam menanggapi persepsi itu, agar tidak salah.

Selalu merasa diri paling benar akan menutup kepekaan kita untuk berpikir obyektif dan adil. Pada saatnya kita akan dikejutkan oleh teguran keras yang membuat kita dipermalukan. Maka semestinya kita mengasah mata hati agar lebih tajam dalam menilai diri sendiri.

Penilaian diri kita terhadap diri sendiri tidak selalu sama dengan penilaian orang lain terhadap kita

Manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi sesamanya. (hadits). Kehadirannya menyenangkan bagi yang lain, ketidakhadirannya dirindukan. Marilah kita berusaha untuk mencapainya.

Kezuhudan Shalahuddin Al Ayyubi ditunjukkan dalam ucapannya, "Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja."

Pikirkan hal yang buruk, maka wajah Anda akan menjadi redup. Pikirkan hal yang baik, maka wajah Anda akan cerah. Maka, lebih baik memilih yang mana?



Ngudi Tjahjono

Manusia mempunyai kehendak dan Allah pun mempunyai kehendak. Sedangkan yang pasti berlaku adalah kehendak Allah. Subhanallah!

1. Manusia sering dipusingkan oleh anggapan kepastiannya, bahwa kehendaknya akan terwujud. | Bukannya tidak boleh optimis lho ya!

2. Tetapi sadarilah, secermat apa sih perhitungan manusia? | Apakah perhitungan probabilitasnya mendekati satu (seratus persen terjadi)?

3. Untuk Anda. Apakah Anda sudah mengukurnya? Ataukah hanya berdasarkan persangkaan belaka? Ketidakpastiannya sangat tinggi, bukan?

4. Karena itu, serahkan semua perhitungan itu kepada DIA Yang Memiliki Kepastian. Kini tinggal Anda menjalaninya dengan optimis.

5. Optimis, bahwa Allah akan mewujudkan kehendak Anda sesuai dengan kehendak-Nya. Amin ya Rabbal 'alamiin. Indah sekali, bukan?

Pekerjaan apapun "menyenangkan" asalkan sesuai dengan "bakatnya". Jika tidak sesuai bakat biasanya terasa berat dan membuat tertekan.

TAKDIR Yang baik dan yang buruk, terima saja. Keduanya berasal dari Allah. Mau nolak? Lha kowe sopo kok sok nolak2 (Najwa Malang)

Kau bilang cinta padaNya.
Namun kau mendua dengan gemerlap dunia.

Yang baik kau terima dengan suka cita.
Sedang yang buruk kau hina-hina.

Tak sadarkah, bahwa keduanya berasal dariNya? 
(Najwa Malang)


KULTWIT PAK NGUDI TJAHJONO


1. Berorientasi tauhid dalam setiap aktivitas berpikir maupun fisik itu sebenarnya sederhana.

2. Langkah pertama: Sebelum memulai, tanyakan dulu kepada Allah, "Ya Allah apakah Engkau sudah memberikan petunjuknya atau kriterianya?"

3. Langkah pertama ini, secara psikologis, mempengaruhi diri kita bahwa kita bertindak terkendali dalam jalan dan arah yang benar

4. Inilah yang disebut "Lillah (untuk Allah)", bukan untuk diri sendiri (nafsu) atau mengalir tidak jelas begitu saja. Boleh disebut "Visi.

5. Langkah kedua: Mencari aturan, kriteria, dorongan, inspirasi, motivasi, batasan, larangan dan janji-janji dari Allah dari rujukan utama.

6. Rujukan utama itu adalah Al Qur'an dan Hadits Shahih. Rujukan berikutnya adalah Ijma' para ulama yang didukung hasil penelitian sains

7. Dari sini kita mulai boleh menggunakan nalar deduktif untuk mencari legitimasi ilahiah atas langkah tindakan kita, apapun.

8. Inilah yang disebut "Billah (dengan Allah)", dengan petunjuk Allah. Di sini juga kita rasakan kesadaran transendental dalam melangkah.

9. Langkah ketiga: Orientasikan setiap langkah dan hasilnya karena Allah, bukan karena makhluk atau nafsu kita. Maka motivasinya jernih

10. Inilah yang disebut "Ilallah (karena Allah)". Motivasi murni karena Allah, dikenal juga "pamrih hanya kepada Allah", disebut "ikhlas".

11. Jika sudah "ikhlas", maka pengaruh motivasi selain itu menjadi tidak berarti. Hasilnya akan dahsyat.

12. Jika menemukan masalah atau hambatan dalam pelaksanaan, jangan lupa konsultasikan kepada Allah dalam shalat dan do'a kita.

13. Inilah dahsyatnya orang bertauhid itu. BERTAUHID ITU DAHSYAT. Jika dirasakan belum dahsyat, bertanyalah, "apakah ada yang salah?"

14. Evaluasilah, perbaiki, dan lakukan lagi! Begitulah terus menerus, jangan keluar dari rel tauhid.

15. Inilah bedanya orang bertauhid dengan yang bukan

Carilah lingkungan yang saling memuliakan di atas jalan tauhid, sebab ia akan menyelamatkan dan membahagiakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar