Senin, 30 Juni 2014

Hati -hati dengan dunia dan riya


Yang paling aku takuti atas kalian adalah syirik kecil. Mereka bertanya, ‘wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?, beliau menjawab : yaitu Riya”. HR Ahmad dan Tabrani.

Sahabatku pembaca blog ini saya sendiri mengingatkan pada diri ini agar semua aktivitas kita bernilai ibadah , lurus niatnya hanya mengharap ridho Allah.

Mari saudaraku sebelum meneruskan membaca blog ini kita semua berdoa kepada Allah agar mendapat perlindungan dan keselamatan terhindar dari syirik-syirik kecil seperti rinya ujub dan sumah, merasa pingin dilihat, dihormati, dicintai orang . Rugi kalau aktivitas kita semua ini hanya untuk dunia berharap dipuji makhluk yang ngak bisa memberi apa-apa buat kita sekecil apapun. 
Riya, sesungguhnya penyakit hati  yang paling besar serta mematikan yang menimpa hati manusia, serta dapat menjadikan amalan-amalan sia-sia, juga merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian adalah ; Riya dan Ujub.
Betapa bahayanya memiliki sifat riya’, Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capek  dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat.

Ketahuilah, wahai saudara-saudara, bahwa semua amalan pasti terjadi dengan niat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan”
Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.
“Katakanlah : ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” [Ali-Imran : 29]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan bahaya dari berbuat riya’, dalam firman-Nya.
Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu” [Az-Zumar : 65]
2 Syarat amal disebut amal sholeh 
Syarat diterimanya suatu amal adalah :
Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada harapan untuk diterima.
  •  Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
  • Kedua : Amalan itu telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnahnya, dan mengikuti Rasulullah dalam pelaksanaannya.

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya” [Al-Kahfi : 110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal yang dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari’at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.


Yuk Hari ini kita belajar tentang pentingnya Niat dan Hinamnya dunia 

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (menyesatkan). (QS: Al-Hadiid Ayat: 20)


Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(QS: Ali Imran Ayat: 14)
 Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?". Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.(QS: Ali Imran Ayat: 15)
......... Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS: Al-Anfaal Ayat: 67)


Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS Yunus [10]:7-8)

“…Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”(QS Ar-Ra’d [13]:26)

“…Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.”(QS Muhammad [47]:12)


“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”(QS At-Taubah [9]:55)


Diriwayatkan dari Jabir, bahwasanya Nabi Saw melewati suatu pasar, lalu orang ramai mengelilingi beliau. Kemudian, beliau lewat di hadapan seekor anak kambing yang kedua telinganya kecil dan telah mati, lalu beliau mengambil salah satu telinganya dan bersabda,”Adakah di antara kalian yang menyukai ini dan mau membayarnya dengan satu dirham?” Mereka menjawab,”Kami tidak suka benda itu, dan apa yang kami bisa perbuat dengan benda tersebut?” Rasulullah Saw kembali bersabda,”Apakah kalian suka jika benda ini menjadi milik kalian?” Mereka kembali menjawab,”Demi Allah, kalau pun anak kambing ini hidup, maka tidak ada nilainya. Hewan ini cacat, karena memiliki kedua telinga yang sangat kecil. Lalu, bagaimana lagi jika hewan ini telah mati?” Rasulullah Saw bersabda,”Demi Allah, dunia itu lebih hina bagi kalian di sisi Allah daripada benda ini.”(HR. Muslim (18/93), bab Az-Zuhd; Abu Dawud (184), bab Ath-Thaharah)


 “Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 686)

Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) dihadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)”.” [HR Ibnu Majah 4105, Ahmad 5/183, Ad-Daarimi 229, Ibnu Hibban 680]

Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS: At-Taubah Ayat: 24)

Dari Mustaurid bin Syadad Al-Fihri, bahwa Rasulullah Saw bersabda,”Tidaklah kehidupan dunia ini dibanding dengan kehidupan akhirat, kecuali seperti seseorang di antara kamu yang memasukkan telunjuknya ke dalam lautan. Maka, lihatlah seberapa air yang menempel, jika jari tersbut kembali (diangkat).”(HR. Muslim, 18/92; Tirmidzi, 9/199; dan Ibnu Majah, 4108)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar